Salahsatu karya paling komprehensif di bidang ini adalah al-Jami' li Syu'abi al-Iman, karya al-Hafizh Abu Bakr Ahmad bin al-Husain bin 'Ali bin Musa al-Khasrujardi al-Baihaqi (lh. 384 H, w. 458 H), atau kita biasa menyebutnya Imam al-Baihaqi saja. Karya ini merupakan salah satu kutub al-mutun atau literatur induk di bidang hadits, karena
Bagiteman teman yang ingin memiliki kitab kitab kuning karya ulama ternama dunia lainnya, silahkan download koleksi kitab kuning berikut ini ya. Kitab jamius shaghir merupakan kitab kumpulan hadits hadits nabi (kitab hadits) yang sangat komperehensif. هب Periwayatnya Adalah Imam Al-Baihaqi dalam Kitab Syu'ab Al-Iman;
Imamal-Baihaqi merupakan penulis Kitab as Sunnan al-Kubra REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski dipandang sebagai ahli hadis, banyak kalangan
Imam Baihaqi juga membuat pengantar dalam karya sendiri yang berjudul al-Madkhal ila al-Sunan al-Kubra · Imam Baihaqi juga menyusun al-Sunan al-Sagir yang diperuntukkan kebutuhan orang mencari ilmu dan beramal serta orang-orang yang telah benar aqidahnya (dalam madzhab Syafi'i)
Menurutad-Dahabi, seorang ulama hadits, kajian Baihaqi dalam hadits tidak begitu besar, namun beliau mahir meriwayatkan hadits karena benar-benar mengetahui sub-sub bagian hadits dan para tokohnya yang telah muncul dalam isnad-isnad (sandaran atau rangkaian perawi hadits). Di antara karya-karya Baihaqi, Kitab as-Sunnan al-Kubra yang terbit di
kitabHadits Arba'in An-Nawawi adalah sebuah kitab yang berisi kumpulan-kumpulan hadits pilihan yang sangat terkenal dikalangan muslim Indonesia maupun diseluruh dunia. (Hadits hasan diriwayatkan oleh Al Baihaqi dan selainnya dengan lafazh seperti ini. Sebagian lafadznya terdapat dalam shahih Al Bukhari dan Muslim)
Mn9PxYk. JAKARTA - Nama lengkapnya Abu Bakr Ahmad ibn al-Husain ibn Ali ibn Abdullah ibn Musa al-Baihaqi. Ia lahir pada bulan Sya’ban 384 H atau September 994 M di desa Khasraujird, Baihaq, Naisabur. Naisabur adalah salah satu kota utama di wilayah Khurasan Afghanistan, sebuah wilayah yang banyak melahirkan banyak ulama. Al-Baihaqi adalah seorang imam kaum muslimin, dai yang kuat pendirian, faqih, hafidz, ahli ushul fiqh yang cerdas, zahid, qana’ah, dan wara’. Akhlak inilah yang ia pegang hingga wafatnya di usia 74 tahun. Ia wafat pada Sabtu di Naisabur, Iran, 10 Jumadil Ula 458 H 9 April 1066 M. Jenazahnya dibawa ke tanah kelahirannya, Baihaq, dan dimakamkan di sana. Ia adalah ahli hadits yang paling mampu menyatukan perbedaan faham. Ia cepat dalam memahami dan memiliki potensi kecerdasan yang sangat baik. Salah satu ulama menyebut, al-Baihaqi adalah gunung dari gunung-gunung ilmu. Ia terkenal sebagai seorang yang memiliki kecintaan besar terhadap hadits dan fiqih. Dari sinilah kemudian Imam al-Baihaqi populer sebagai pakar ilmu hadits dan fiqih. Ketika berusia 15 tahun, al-Baihaqi telah mendengarkan hadits dari Abu al-Hasan Muhammad ibn al-Husain al-Alawi. Setelah itu, ia berkelana, mencari ilmu ke banyak ulama yang mumpuni pada masa itu. Ia berkelana ke Irak, kota-kota sekitar Irak al-Jibal, dan ke Hijaz. Ia pelajari ilmu hadits, ilal al-hadits, dan fiqh. Di antara guru-guru al-Baihaqi adalah Imam Abu al-Hasan Muhammad ibn al-Husain al-Alawi, Abu Abdillah al-Hakim pengarang kitab al-Mustadrak ala al-Shahihain, Abu Tahir al-Ziyadi, Abu Abdu al-Rahman al-Sulami, Abu Bakr ibn Furik, Abu Ali al-Ruthabari, Hilal ibn Muhammad al-Hafar, Ibnu Busran, al-Hasan ibn Ahmad ibn Farras, Ibnu Ya’qub al-Ilyadi, dan lain-lain Setelah sekian lama menuntut ilmu kepada para ulama senior di berbagai negeri Islam, Imam Baihaqi kembali lagi ke tempat asalnya, Kota Baihaq. Di sana, dia mulai menyebarkan berbagai ilmu yang telah didapatnya selama mengembara ke berbagai negeri Islam. Ia mulai banyak mengajar. Selain mengajar, dia juga aktif menulis buku. Dia termasuk dalam deretan para penulis buku yang produktif. Diperkirakan, buku-buku tulisannya mencapai seribu jilid. Tema yang dikajinya sangat beragam, mulai dari akidah, hadits, fikih, hingga tarikh. Banyak ulama yang hadir lebih kemudian, yang mengapresiasi karya-karyanya itu. Hal itu lantaran pembahasannya yang demikian luas dan mendalam. Karya al-Baihaqi membahas sekitar hadits, fiqh, dan aqidah. Beberapa di antaranya adalah al-Sunan al-Kubra, Ma’rifat al-Sunan wa al-Atsar, al-Mabsuth, al-Asma’ wa al-Shifat, al-I’tiqad, Dalail al-Nubuwwat wa Ma’rifat Ahwal Shahib al-Syari’ah, Syu’ab al-Iman, al-Da’wah al-Kabir, al-Zuhd al-Kabir, Isbat Azab al-Qabr wa Sual al-Malakain, dan Takhrij Ahadis al-Umm. Di antara karya-karya al-Baihaqi, Kitab al-Sunnan al-Kubra yang terbit di Hyderabad, India, tahun 1344-1355, menjadi karya paling terkenal. Buku setebal 10 jilid ini pernah memperoleh penghargaan tertinggi. Banyak ulama mengakui bahwa karya Imam al-Baihaqi ini sangat baik dalam hal penyesuaian susunannya maupun mutunya. Dalam karya tersebut, terdapat catatan-catatan yang selalu ditambahkan mengenai nilai-nilai atau hal lainnya, seperti hadits-hadits dan para ahli hadits. Selain itu, setiap jilid cetakan Hyderabad itu memuat indeks yang berharga mengenai tokoh-tokoh dari tiga generasi pertama ahli-ahli hadits yang dijumpai dengan disertai petunjuk periwayatannya. Yang patut dihargai lagi dari kecemerlangan ini adalah karena ia hidup dalam masa yang cukup berat dalam dunia Islam, yakni di masa-masa kemunduran Dinasti Abbasiyah. Al-Baihaqi hidup pada masa disintegrasi setelah Dinasti Abbasiyah mengalami kemunduran. Banyak daerah yang melepaskan diri dan membentuk kerajaan-kerajaan kecil. Kekacauan acapkali terjadi. Kekacauan sedang marak di berbagai negeri Islam. Saat itu, kaum Muslimin terpecah-belah berdasarkan politik, fiqh, dan pemikiran. Kelompok satu dengan yang lain berusaha saling menyalahkan dan menjatuhkan sehingga mempermudah musuh dari luar, yakni bangsa Romawi, mencerai-beraikan mereka. Dalam masa krisis ini, Imam al-Baihaqi hadir sebagai pribadi yang berkomitmen terhadap ajaran agama. Dia memberikan teladan bagaimana seharusnya menerjemahkan ajaran Islam dalam perilaku keseharian. Dibanding ulama lain yang hidup di masa kejayaan keilmuan Islam, Al-Baihaqi justru hidup di masa kejayaan keilmuan Islam mulai surut, bersamaan dengan mulai redupnya kejayaan Dinasti Abbasiyah. Keberhasilan al-Baihaqi menunjukkan kecemerlangannya adalah mutiara berharga dalam dunia keilmuan Islam, khususnya dalam bidang hadits, fiqh, dan aqidah. Sebuah sumbangsih dan peninggalan berharga. Imam al-Baihaqi mewariskan ilmu-ilmunya. Di samping telah pula mengabadikannya ke dalam berbagai bentuk karya tulis yang hingga sekarang tidak usai-usai dikaji orang. Sumber sumber Suara Muhammadiyah
JAKARTA - Imam al-Baihaqi adalah seorang imam, dai yang kuat pendirian, faqih, hafidz, ahli ushul fiqh yang cerdas, zahid, dan wara’. Akhlak ini ia jaga sampai meninggal. Ia adalah ahli hadits yang paling mampu menyatukan perbedaan paham. Ia cepat dalam memahami dan memiliki potensi kecerdasan yang luar biasa. Salah satu ulama menyebut, al-Baihaqi adalah gunung dari gunung-gunung ilmu. Ia sering disebut sebagai Tali Allah karena dengan kecerdasannya berhasil menjembatani perbedaan pemikiran madzhab. Pengetahuan ilmu agama dan fikihnya sangat luas. Ia terkenal sebagai orang yang memiliki kecintaan besar terhadap hadits dan fikih. Dari situlah kemudian Imam al-Baihaqi terkenal sebagai pakar ilmu hadits dan fikih. Ia adalah pencetus penulisan indeks mengenai tokoh-tokoh dari tiga generasi pertama ahli hadits. Imam al-Baihaqi hidup pada masa Daulah Abbasiyah. Tepatnya pada masa disintegrasi setelah Dinasti Abbasiyah mengalami kemunduran. Banyak daerah yang melepaskan diri dan membentuk kerajaan-kerajaan kecil. Ia hidup ketika kekacauan sedang marak di berbagai negeri Islam. Saat itu, kaum Muslimin terpecah-belah berdasarkan politik, fikih, dan pemikiran. Antara kelompok yang satu dengan yang lain berusaha saling menyalahkan dan menjatuhkan. Kondisi inilah yang kemudian dimanfaatkan Kerajaan Romawi untuk menghancurkan Kerajaan Islam saat itu. Dalam masa krisis ini, Imam Baihaqi hadir sebagai pribadi yang berkomitmen terhadap ajaran agama. Dia memberikan teladan bagaimana seharusnya menerjemahkan ajaran Islam dalam perilaku keseharian. Nama lengkapnya Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain ibn Ali ibn Abdullah ibn Musa al-Khusrauijrdi al-Baihaqi al-Khurasani. Ia lahir pada bulan Sya’ban 384 H September 994 M di Desa Khasraujird desa kecil di pinggiran kota Baihaq, Naisabur. Naisabur adalah salah satu kota utama di wilayah Khurasan Afghanistan. Sebuah wilayah yang banyak melahirkan banyak ulama. Imam al-Baihaqi memulai mencari ilmu dengan mengembara ke Khurasan, Irak, dan Hijaz. Dalam Siyar A’lam al-Nubala, Imam al-Dzahabi bercerita tentang perjalanan Imam al-Baihaqi dalam menuntut ilmu. Bahwa Imam al-Baihaqi ketika berusia 15 tahun telah mendengar dari Abu al-Hasan Muhammad bin al-Husain al-Alawi, sahabat dari Abu Hamid bin al-Syarqi dan beliau adalah guru yang paling awal Imam al-Baihaqi. Al-Baihaqi memperoleh ilmu dari para ulama yang mumpuni pada masa itu. Ia berkelana ke Irak, kota-kota sekitar Irak al-Jibal, dan ke Hijaz. Di antara yang ia pelajari adalah ilmu hadits, ilal al-hadits, dan fiqh. Ia berguru kepada kepada ulama-ulama terkenal dari berbagai negara. Di antara guru-gurunya adalah Imam Abul Hassan Muhammad bin al-Husain al-Alawi, Abu Abdillah al-Hakim pengarang kitab al-Mustadrak Ala al-Shahihain, Abu Tahir al-Ziyadi, Abu Abdur-Rahman al-Sulami, Abu Bakr ibn Furik, Abu Ali al-Ruthabari, Hilal ibn Muhammad al-Hafar, Ibnu Busran, al-Hasan ibn Ahmad ibn Farras, Ibnu Ya’qub al-Ilyadi, dan lain-lain. Setelah sekian lama menuntut ilmu kepada para ulama di berbagai negeri Islam, Imam al-Baihaqi kembali lagi ke tempat asalnya, Kota Baihaq. Di sana, dia mulai menyebarkan berbagai ilmu yang telah diperolehnya selama mengembara. Ia mulai banyak mengajar. Selain mengajar, dia juga aktif menulis buku. Dia termasuk dalam deretan para penulis buku yang produktif. Diperkirakan, buku-buku tulisannya mencapai seribu jilid. Tema yang dikajinya sangat beragam, mulai dari akidah, hadits, fikih, hingga tarikh. Banyak ulama yang hadir lebih kemudian, yang mengapresiasi karya-karyanya itu. Hal itu lantaran pembahasannya yang demikian luas dan mendalam. Meski dipandang sebagai ahli hadits, namun banyak kalangan menilai Baihaqi tidak cukup mengenal karya-karya hadits dari Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibn Majah. Dia tidak pernah berjumpa dengan Musnad Ahmad ibn Hanbal Imam Hambali. Dia menggunakan Mustadrak al-Hakim karya Imam al-Hakim secara bebas. Sejumlah kitab penting telah ditulisnya dan mempunyai nilai tinggi. Ia banyak menelorkan karya tentang hadits, fiqh, dan akidah. Di antara dari banyak karyanya adalah seperti al-Sunan al-Kubra, Ma’rifat al-Sunan wa al-Atsar, al-Mabsuth, al-Asma’ wa al-Shifat, al-I’tiqad, Dalail al-Nubuwwat wa Ma’rifat Ahwal Shahib al-Syari’ah, Syu’ab al-Iman, al-Da’wah al-Kabir, al-Zuhd al-Kabir, Isbat Azab al-Qabr wa Sual al-Malakain, dan Takhrij Ahadis al-Umm. Dalam karya-karya tersebut ada catatan-catatan yang selalu ditambahkan mengenai nilai-nilai atau hal lainnya, seperti hadits-hadits dan para ahli hadits. Selain itu, setiap jilid cetakan Hyderabad itu memuat indeks yang berharga mengenai tokoh-tokoh dari tiga generasi pertama ahli-ahli hadits yang dijumpai dengan disertai petunjuk periwayatannya. Itulah di antara sumbangsih dan peninggalan berharga dari Imam Baihaqi. Dia mewariskan ilmu-ilmunya untuk ditanamkan di dada para muridnya. Di samping telah pula mengabadikannya ke dalam berbagai bentuk karya tulis yang hingga sekarang pun tidak usai-usai juga dikaji orang. Di antara karya Imam al-Baihaqi, kitab yang paling terkenal adalah Sunan al-Shaghir. Kitab hadits ini berbeda dengan kitab-kitab sunan lain yang dikenal masyarakat. Titik bedanya adalah Sunan al-Shaghir ini ditulis pada abad ke-4 H. Oleh karena itulah, ia tergolong ulama mutaakhkhirin. Sunan al-Shaghir bukanlah ringkasan dari Sunan al-Kubra. Tidak semua hadits yang ada dalam Sunan al-Shaghir terdapat dalam Sunan al-Kubra. Demikian juga sebaliknya, meskipun memang sebagian besar hadits dalam Sunan al-Shaghir sudah ada dalam Sunan al-Kubra. Keunikan dari Sunan al-Shaghir adalah segmen pembaca yang diinginkan oleh Imam al-Baihaqi. Sunan al-Shaghir ditulis khusus diperuntukkan kepada pembaca yang sudah kuat dan lurus akidahnya. Sunan ini dimaksudkan sebagai bayan penjelasan terhadap persoalan-persoalan syariah yang sudah selesai bagi umat Islam yang sudah lurus akidahnya. Sunan al-Shaghir adalah kitab Sunan yang memadukan antara kitab fikih dan kitab hadits. Sunan al-Shaghir menggunakan sistematika fikih, sehingga ia disebut juga sebagai kitab fikih. Namun, ia juga disebut sebagai kitab hadits karena memang kitab ini didominasi pemuatan hadits Nabi dengan disertai sanad yang autentik. Ia pun memberikan penilaian tentang derajat hadits yang ia tulis dalam kitab ini, baik shahih maupun dhaif, meskipun banyak juga hadits yang tidak ia beri penilaian. Selain indeks tokoh hadits yang ditulis dalam banyak karyanya, Imam al-Baihaqi juga mewariskan banyak karya di atas, khususnya Sunan al-Shaghir, yang menjadi rujukan siapa pun yang belajar hadits. Warisan yang sangat berharga setelah ia wafat hingga kini. Imam al-Baihaqi meninggal pada hari Sabtu di Naisabur, Iran, tanggal 10 Jumadil Ula 458 H 9 April 1066 M pada usia 74 tahun. Jenazahnya dibawa ke kota kelahirannya, Baihaq, dan dimakamkan di sana. Penduduk Kota Baihaq berpendapat bahwa kota merekalah yang lebih patut sebagai tempat peristirahatan terakhir seorang pecinta hadits dan fikih seperti Imam Baihaqi. sumber Suara Muhammadiyah
loading...Imam Baihaqi hidup ketika kekacauan sedang marak di berbagai negeri Islam. Ilustrasi/Ist Imam Al Baihaqi, yang bernama lengkap Imam Al-Hafith Al-Mutaqin Abu Bakr Ahmed ibn Al-Hussein ibn Ali ibn Musa Al Khusrujardi Al-Baihaqi, adalah seorang ulama besar dari Khurasan desa kecil di pinggiran kota Baihaq dan penulis banyak buku terkenal. Beliau berjuluk "Tali Allah". Baca Juga Masa pendidikannya dijalani bersama sejumlah ulama terkenal dari berbagai negara, di antaranya Iman Abul Hassan Muhammed ibn Al-Hussein Al Alawi, Abu Tahir Al-Ziyadi, Abu Abdullah Al-Hakim, penulis kitab "Al Mustadrik of Sahih Muslim and Sahih Al-Bukhari", Abu Abdur-Rahman Al-Sulami, Abu Bakr ibn Furik, Abu Ali Al-Ruthabari of Khusran, Halal ibn Muhammed Al-Hafaar, dan Ibn Busran. Para ulama itu tinggal di berbagai tempat terpencar. Oleh karenanya, Imam Baihaqi harus menempuh jarak cukup jauh dan menghabiskan banyak waktu untuk bisa bermajelis dengan mereka. Namun, semua itu dijalani dengan senang hati, demi memuaskan dahaga batinnya terhadap ilmu Islam. As-Sabki menyatakan "Imam Baihaqi merupakan satu di antara sekian banyak imam terkemuka dan memberi petunjuk bagi umat Muslim. Dialah pula yang sering kita sebut sebagai 'Tali Allah' dan memiliki pengetahuan luas mengenai ilmu agama, fikih serta penghapal hadits."Abdul-Ghaffar Al-Farsi Al-Naisabouri dalam bukunya "Thail Tareekh Naisabouri" Abu Bakr AlBaihaqi Al Hafith, Al Usuli Din, menghabiskan waktunya untuk mempelajari beragam ilmu agama dan ilmu pengetahuan lainnya. Dia belajar ilmu aqidah dan bepergian ke Irak serta Hijaz Arab Saudi kemudian banyak menulis buku. Imam Baihaqi juga mengumpulkan Hadits-hadits dari beragam sumber terpercaya. Pemimpin Islam memintanya pindah dari Nihiya ke Naisabor untuk tujuan mendengarkan penjelasannya langsung dan mengadakan bedah buku. Maka di tahun 441, para pemimpin Islam itu membentuk sebuah majelis guna mendengarkan penjelasan mengenai buku 'Al Ma'rifa'. Banyak imam terkemuka turut hadir. Imam Baihaqi hidup ketika kekacauan sedang marak di berbagai negeri Islam. Saat itu kaum muslim terpecah-belah berdasarkan politik, fikih, dan pemikiran. Antara kelompok yang satu dengan yang lain berusaha saling menyalahkan dan menjatuhkan, sehingga mempermudah musuh dari luar, yakni bangsa Romawi, untuk menceraiberaikan mereka. Baca Juga Dalam masa krisis ini, Imam Baihaqi hadir sebagai pribadi yang berkomitmen terhadap ajaran agama. Dia memberikan teladan bagaimana seharusnya menerjemahkan ajaran Islam dalam perilaku itu, dalam Wafiyatul A'yam, Ibnu Khalkan menulis, "Dia hidup zuhud , banyak beribadah, wara', dan mencontoh para salafus shalih." Beliau terkenal sebagai seorang yang memiliki kecintaan besar terhadap hadits dan fikih. Dari situlah kemudian Imam Baihaqi populer sebagai pakar ilmu hadits dan sekian lama menuntut ilmu kepada para ulama senior di berbagai negeri Islam, Imam Baihaqi kembali lagi ke tempat asalnya, kota Baihaq. Di sana, dia mulai menyebarkan berbagai ilmu yang telah didapatnya selama mengembara ke berbagai negeri Islam. Ia mulai banyak mengajar. Selain mengajar, dia juga aktif menulis buku. Dia termasuk dalam deretan para penulis buku yang produktif. Diperkirakan, buku-buku tulisannya mencapai seribu jilid. Tema yang dikajinya sangat beragam, mulai dari akidah, hadits, fikih, hingga tarikh. Banyak ulama yang hadir lebih kemudian, yang mengapresiasi karya-karyanya itu. Hal itu lantaran pembahasannya yang demikian luas dan mendalam. Meski dipandang sebagai ahli hadits, namun banyak kalangan menilai Baihaqi tidak cukup mengenal karya-karya hadits dari Tirmizi, Nasa'i, dan Ibn Majah. Dia juga tidak pernah berjumpa dengan buku hadits atau Masnad Ahmad bin Hanbal Imam Hambali. Dia menggunakan Mustadrak al-Hakim karya Imam al-Hakim secara bebas. Menurut ad-Dahabi, seorang ulama hadits, kajian Baihaqi dalam hadits tidak begitu besar, namun beliau mahir meriwayatkan hadits karena benar-benarmengetahui sub-sub bagian hadits dan para tokohnya yang telah muncul dalam isnad-isnad sandaran atau rangkaian perawi hadits.Di antara karya-karya Baihaqi, Kitab as-Sunnan al-Kubra yang terbit di Hyderabat, India, 10 jilid tahun 1344-1355, menjadi karya paling terkenal. Buku ini pernah mendapat penghargaan tertinggi. Dari pernyataan as-Subki, ahli fikih, usul fikih serta hadits, tidak ada yang lebih baik dari kitab ini, baik dalam penyesuaian susunannya maupun mutunya. Baca Juga Dalam karya tersebut ada catatan-catatan yang selalu ditambahkan mengenai nilai-nilai atau hal lainnya, seperti hadits-hadits dan para ahli hadits. Selain itu, setiap jilid cetakan Hyderabat itu memuat indeks yang berharga mengenai tokoh-tokoh dari tiga generasi pertama ahli-ahli hadits yang dijumpai dengan disertai petunjuk periwayatannya.
JAKARTA - Imam Al Baihaqi bernama lengkap Imam Al-Hafith Al-Mutaqin Abu Bakr Ahmed ibn Al-Hussein ibn Ali ibn Musa Al Khusrujardi Al-Baihaqi. Dia merupakan seorang ulama besar dari Khurasan, tepatnya suatu desa kecil di pinggiran kota Baihaq. Selain itu, dia dikenang sebagai penulis yang produktif. Masa pendidikannya dijalani bersama sejumlah ulama terkenal dari berbagai negara, di antaranya Iman Abul Hassan Muhammed ibn Al-Hussein Al Alawi, Abu Tahir Al-Ziyadi, dan Abu Abdullah Al-Hakim. Selanjutnya, Abu Abdur-Rahman Al-Sulami, Abu Bakr ibn Furik, Abu Ali Al-Ruthabari of Khusran, Halal ibn Muhammed Al-Hafaar, dan Ibn Busran. Para ulama itu tinggal di berbagai tempat terpencar. Oleh karenanya, Imam Baihaqi harus menempuh jarak cukup jauh dan menghabiskan banyak waktu untuk bisa bermajelis dengan mereka. Namun, semua itu dijalani dengan senang hati, demi memuaskan dahaga batinnya terhadap ilmu Islam. As-Sabki menyatakan "Imam Baihaqi merupakan satu di antara sekian banyak imam terkemuka dan memberi petunjuk bagi umat Muslim. Dialah pula yang sering kita sebut sebagai 'Tali Allah' dan memiliki pengetahuan luas mengenai ilmu agama, fikih serta penghapal hadis." Abdul-Ghaffar Al-Farsi Al-Naisabouri dalam bukunya Thail Tareekh Naisabouri Abu Bakr Al-Baihaqi Al Hafith, Al Usuli Din, menyebut tokoh ini menghabiskan waktunya untuk mempelajari beragam ilmu agama. Dia belajar ilmu aqidah dan bepergian ke Irak serta Hijaz Arab Saudi kemudian banyak menulis buku. Imam Baihaqi juga mengumpulkan Hadis-hadis dari beragam sumber terpercaya. Pemimpin Islam memintanya pindah dari Nihiya ke Naisabor untuk tujuan mendengarkan penjelasannya langsung dan mengadakan bedah buku. Maka di tahun 441, para pemimpin Islam itu membentuk sebuah majelis guna mendengarkan penjelasan mengenai buku 'Al Ma'rifa'. Banyak imam terkemuka turut hadir. Konteks Zamannya Imam Baihaqi hidup ketika kekacauan sedang marak di berbagai negeri Islam. Saat itu kaum Muslim terpecah-belah berdasarkan politik, fikih, dan pemikiran. Antara kelompok yang satu dengan yang lain berusaha saling menyalahkan dan menjatuhkan, sehingga mempermudah musuh dari luar, yakni bangsa Romawi, untuk menceraiberaikan mereka. Dalam masa krisis ini, Imam Baihaqi hadir sebagai pribadi yang berkomitmen terhadap ajaran agama. Dia memberikan teladan bagaimana seharusnya menerjemahkan ajaran Islam dalam perilaku keseharian. Sementara itu, dalam Wafiyatul A'yam, Ibnu Khalkan menulis, "Dia Imam al-Baihaqi hidup zuhud, banyak beribadah, wara', dan mencontoh para salafus shalih." Imam al-Baihaqi terkenal sebagai seorang yang memiliki kecintaan besar terhadap hadis dan fikih. Dari situlah kemudian namanya menjadi populer sebagai pakar ilmu hadis dan fikih. Setelah sekian lama menuntut ilmu kepada para ulama senior di berbagai negeri Islam, Imam Baihaqi kembali lagi ke tempat asalnya, kota Baihaq. Di sana, dia mulai menyebarkan berbagai ilmu yang telah didapatnya selama mengembara ke berbagai negeri Islam. Ia mulai banyak mengajar. Selain mengajar, dia juga aktif menulis buku. Dia termasuk dalam deretan para penulis buku yang produktif. Diperkirakan, buku-buku tulisannya mencapai seribu jilid. Tema yang dikajinya sangat beragam, mulai dari akidah, hadis, fikih, hingga tarikh. Banyak ulama yang hadir lebih kemudian, yang mengapresiasi karya-karyanya itu. Hal itu lantaran pembahasannya yang demikian luas dan mendalam. sumber Pusat Data Republika
kumpulan hadits karya al baihaqi adalah